Rosid, pemuda muslim yang idealis dan terobsesi menjadi seniman besar seperti WS Rendra. Gaya seniman Rosid dengan rambut kribonya membuat Mansur, sang ayah, gusar karena tidak mungkin bagi Rosid untuk memakai peci. Padahal peci—bagi Mansur—adalah lambang kesalehan dan kesetiaan kepada tradisi keagamaan. Bagi Rosid, bukan sekadar kribonya yang membuatnya tidak mungkin memakai peci, melainkan karena Rosid tidak ingin keberagamaannya dicampur-baur oleh sekadar tradisi leluhur yang disakralkan
Delia, seorang gadis katolik berwajah manis, kepincut pada sosok Rosid. Tentu saja ini hubungan yang nekad . Rosid dan Delia adalah dua anak muda yang rasional dalam menyikapi perbedaan. Tapi orang tua mana yang rela dengan kisah cinta mereka. Maka mereka pun mencari cara untuk memisahkan Rosid dan Delia. Jurus Frans dan Martha, orang tua Delia, adalah dengan mencoba mengirim Delia sekolah ke Amerika. Berbeda lagi dengan Mansur. Ia berupaya menjinakkan Rosid dengan meminta nasihat Said, sepupunya yang ternyata tega menipunya.
Muzna, ibunda yang sangat dihormati Rosid, pun turun tangan. Sang Ibu dengan bantuan Rodiah, adik suaminya, menjodohkan Rosid dengan Nabila, gadis cantik berjilbab yang ternyata mengidolakan Rosid, sang penyair. Memang, cinta Rosid dan Delia begitu kuat, tapi sekuat itu juga tantangannya. Selain perbedaan agama ternyata ada beban psikologis yang harus dihadapi jika mereka meneruskan hubungan itu hingga ke ikatan pernikahan. Berhasilkah mereka bersatu dalam ikatan perkawinan? Memang nasib cinta tak ada seorang pun yang tahu.
Delia, seorang gadis katolik berwajah manis, kepincut pada sosok Rosid. Tentu saja ini hubungan yang nekad . Rosid dan Delia adalah dua anak muda yang rasional dalam menyikapi perbedaan. Tapi orang tua mana yang rela dengan kisah cinta mereka. Maka mereka pun mencari cara untuk memisahkan Rosid dan Delia. Jurus Frans dan Martha, orang tua Delia, adalah dengan mencoba mengirim Delia sekolah ke Amerika. Berbeda lagi dengan Mansur. Ia berupaya menjinakkan Rosid dengan meminta nasihat Said, sepupunya yang ternyata tega menipunya.
Muzna, ibunda yang sangat dihormati Rosid, pun turun tangan. Sang Ibu dengan bantuan Rodiah, adik suaminya, menjodohkan Rosid dengan Nabila, gadis cantik berjilbab yang ternyata mengidolakan Rosid, sang penyair. Memang, cinta Rosid dan Delia begitu kuat, tapi sekuat itu juga tantangannya. Selain perbedaan agama ternyata ada beban psikologis yang harus dihadapi jika mereka meneruskan hubungan itu hingga ke ikatan pernikahan. Berhasilkah mereka bersatu dalam ikatan perkawinan? Memang nasib cinta tak ada seorang pun yang tahu.
Satu lagi film yang mengangkat tema pluralisme di tanah air. Adanya Reza Rahadian di film yang memenangkan Piala Citra FFI 2010 sebagai film terbaik juga mengukuhkan eksistensinya di dunia perfilman. Sebelumnya dia sudah pernah tampil gemilang di Perempuan Berkalung Sorban, Emak Ingin Naik Haji dan Alangkah Lucunya (Negeri Ini). Di film 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta ini dia kembali menunjukkan totalitas aktingnya. Dipasangkan dengan bintang baru, Laura Basuki, membuat film ini punya greget. Keduanya bermain baik sesuai dengan agama masing-masing. Mereka pun diganjar Piala Citra untuk aktingnya. Tema yang diangkat sedikit mengingatkan pada film bertema serupa namun artistik, Cin(T)a. Pluralisme di film ini lebih ke zaman sekarang, dimana umat Islam yang tidak patuh pada adat yang dibawa nenek moyang dianggap kafir. Ini merupakan pemikiran bodoh orang-orang yang selalu menjaga tradisi. Padahal tradisi itu belum sepenuhnya harus dilaksanakan. Seperti halnya rambut kribo yang diharuskan memakai peci. Selama rambut tidak menutupi dahi, peci tidak perlu dipakai. Dalam film juga ditampilkan romansa percintaan beda agama yang menuai banyak tentangan. Di film ini interaksi antara Reza dengan Laura cukup menawan. Menuju akhir film, film ini menjadi lebih kurang menarik. Apalagi sebuah ending yang kurang memuaskan. Tapi ini film yang lumayan menarik untuk disimak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar